Jumat, 14 September 2018

Sejarah kaligrafi







Kaligrafi adalah tulisan seni yang dihormati dari berbagai macam seni rupa Islam, kaligrafi merupakan alat untuk pelestarian Al-qur’an. Ungkapan kaligrafi diambil dari kata Latin ”kalios” yang berarti indah dan, ”graph” yang berarti tulisan atau aksara. Arti seutuhnya kata kaligrafi adalah : kepandaian menulis indah, atau tulisan yang indah. Bahasa Arab sendiri menyebut khat yang berarti garis atau tulisan indah.
Ungkapan kaligrafi (Calligraphy), secara etimolgis berasal dari bahasa Yunani yaitu Kalios yang berarti indah dan graphia yang berarti coretan atau tulisan, dan disebutlah dengan tulisan indah. Kaligrafi ditemukan pertama kali di Mesir. Kemudian kaligrafi tersebar ke Asia, Eropa, dan telah mengalami perubahan. Akar kaligrafi Arab (kaligrafi Islam) adalah tulisan hieroglif Mesir (Kanaan, Semit) lalu, terpecah menjadi khat Feniqi (Fenisia) yang terpecah lagi menjadi Arami (Aram) dan Musnad (kitab yang memuat segala macam hadits).
Sejarah Kaligrafi

Beragam pendapat dikemukakan, tentang siapa yang mula- mula menciptakan kaligrafi. Untuk mengetahuinya cerita-cerita keagamaan adalah yang paling dapat dijadikan pegangan. Para pekabar dari Arab atau Muarrikh mencatat, bahwa Nabi Adam As lah yang pertama kali mengenal kaligrafi. Pengetahuan tersebut datang dari Allah SWT sendiri melalui wahyu. “Allah mengajari Adam pengetahuan tentang semua nama”, seperti yang diterangkan dalam al Qur’an (Surat Al Baqarah, ayat 31). Dikatakan, bahwa 300 tahun sebelum wafatnya, Adam menulis di atas lempengan tanah yang selanjutnya dibakar menjadi tembikar. Setelah bumi dilanda banjir di zaman Nabi Nuh As dan air sudah surut, setiap bangsa atau kelompok turunan mendapatkan tembikar bertulisan tersebut.
Dalam sejarah peradaban Islam, seni tulis huruf Arab yang isinya berupa potongan ayat Alqur’an atau Hadits Nabi SAW ini mempunyai tempat yang sangat istimewa. Setiap muslim percaya bahwa Bahasa Arab adalah bahasa yang digunakan oleh Allah Swt ketika menurunkan Al-qur’an kepada Nabi Muhammad SAW. Bahasa ini juga digunakan dalam seluruh tata peribadatan oleh kaum muslimin di seluruh dunia. Karena di dalam ajaran Islam lukisan berupa mahluk hidup adalah termasuk sesuatu yang dilarang, maka kaum muslimin mengeskpresikan gairah seninya antara lain lewat seni kaligrafi ini. Karya-karya kaligrafi ini banyak menjadi hiasan di banyak bidang, mulai dari bangunan, koin, seni dekoratif, permata, tekstil, senjata sampai manuskrip.
Kebangkitan baca tulis kaum muslimin dimulai sejak tahun 2 Hijriyah ketika Rasulullah mewajibkan kepada tawanan perang yang tidak mampu membayar tebusan untuk mengajari baca tulis kepada orang muslimin. Pada masa itu kaligrafi masih menggunakan Khat Kufi ( khat yang berbentuk siku) yang merupakan kaligrafi paling tua. Kufi saat itu masih belum mepunyai tanda baca sampai pada zaman Khalifah Ali bin Abi Thalib tulisan tersebut mempunyai tanda baca dengan sempurna.
Pada masa kekhalifahan Bani Umayyah mulai timbul ketidakpuasan terhadap khat kufi yang dianggap terlalu kaku dan sulit digoreskan, sehingga dimulailah perumusan tulisan yang lebih lembut dan mudah digoreskan. Meskipun sebenarnya Bahasa Arab telah berkembang jauh sebelum Islam lahir, tetapi bahasa ini menyebar dengan cepat sejalan dengan perkembangan agama Islam. Khalifah Abdul Malik (685-705 M) dari Bani Umayyah membuat sebuah keputusan politik yang sangat penting dalam bidang ini yaitu dengan menetapkan Bahasa Arab sebagai bahasa resmi seluruh wilayah Islam, meskipun pada awalnya Bahasa Arab bukan bahasa yang dipakai di wilayah-wilayah tersebut.Perumusan tersebut menghasilkan beberapa jenis tulisan yaitu, Khat Tumar, Jalil, Nisf, Tsulus dan Tsulusain. Tokoh kaligrafi saat itu yangterkenal adalah Qutbah al-Muharrir.
Pada awalnya, kaligrafi Islam banyak ditulis di atas kulit atau daun lontar. Penemuan kertas di Cina pada pertengahan abad 9 M berperan cukup besar dalam perkembangan seni ini, kertas harganya relatif lebih murah, cukup melimpah, mudah dipotong dan dari sisi teknik pewarnaan lebih mudah daripada bahan-bahan yang dipakai sebelumnya.
Ibnu Muqla (886-940 M) adalah salah seorang kaligrafer terbaik pada masa awal perkembangan seni kaligrafi Islam. Dia mengembangkan prinsip-prinsip geometris dalam kaligrafi Islam yang kemudian banyak digunakan oleh para kaligrafer yang datang sesudahnya, dia juga berperan mengembangkan tulisan kursif yang di kemudian hari dikenal sebagai gaya Naskh yang banyak dipakia untuk menulis mushaf Alqur’an.
Pengembangan kaligrafi terus dikembangkan sampai pada zaman Bani Abbasiyah sehingga muncul kaligrafi yang merupakan gaya baru ataupun modifikasi gaya lama seperti, Khat khafif Tsulus, Khafif Tsulusain, Riyasi dan al-Aqlam as-Sittah (Tsulus, Naskhi, Muhaqqaq, Raihani, Riq’ah dan Tauqi). Adapun tokoh-tokoh kenamaan pada masa ini adalah Ibnu Muqlah, Ibnu Bauwab dan Yaqut al-Musta’tsimi.
Abad ke-13, di mana bersama Yaqut, adalah abad kehancuran dan pembangunan kembali di negeri Islam Timur. Penghancuran itu terjadi akibat serbuan Jengis Khan (1155-1227) dan pasukan Mongolnya, dan memuncak dengan ditaklukannya Bagdad oleh putranya Hulagu pada tahun 1258 dan kejatuhan terakhir kekhalifahan Abbasiyyah.
Pembangunan kembali hampir secara langsung oleh pemantapan kekuasaan Mongol, dan putera Hulagu, Abaga (1265-82), adalah penguasa pertama yang memberikan gelas Il- Khan (penguasa Suku) bagi dinasti baru tersebut.
Adalah sangat menakjubkan bahwa Islam mampu, setelah dihancurkan sedemikian rupa, bangkit kembali dan meneruskan vitalitasnya yg tak pernah berkurang. Kurang dari setengah abad setelah kehancuran Bagdad, Islam memperoleh kemenangan atas penakluknya yang kafir, sebab, tidak hanya buyut Hulagu, Ghazan (1295-1305) memeluk Islam, melainkan dia juga yang menjadikan Islam sebagai agama resmi seluruh negeri yang diperintahnya.
Kaligrafi di Indonesia
Di antara semua perwujudan seni budaya Islam di Indonesia, agaknya seni kaligrafi berada pada kedudukan yang sangat menentukan. Sebab kaligrafi merupakan bentuk seni kebudayaan Islam yang untuk pertama kali ditemukan di Indonesia. Kaligrafi menandai bahwa Islam telah masuk di Indonesia. Ini dibuktikan dari hasil penelitian tentang arkeologi kaligrafi Islam di Indonesia yang di lakukan oleh Dr. Hasan Muarif Ambary. Menurutnya setelah mengkaji secara etikgrafis, telah berkembang kaligrafi gaya Kufi (abad IX-XV M), gaya Sulus dan Nasta’lik (abad XII- XIX M) serta gaya kontemporer lain (sejak abad XIX sampai beberapa abad kemudian).
Data-datanya ditemukan pada batu nisan, makam raja-raja Islam Aceh, kompleks makam di Troloyo, Mojokerto, Keraton, Cirebon, Mataram, Ternate, Jawa, Madura, dan daerah-daerah lainnya di Indonesia. Namun dalam kesenian kaligrafi itu sendiri memiliki rumus–rumus kaligrafi yang paling banyak digunakan, mencakup bentuk-bentuk huruf tunggal, gaya sambung, kemudian mengolahnya menjadi rangkaian kata-kata atau kalimat.

Berikut ini beberapa model Kaligrafi yang berkaedah atau murni, antara lain sebgai berikut.

1. Naskhi

Tulisan model ini yang turun temurun sejak kelahirannya hingga kini tetap digunakan dalam berbagai penulisan naskah-naskah ilmiyah (kitab), majalah, surat kabar dan lain-lain. Terutama dalam Al Qur’an ataupun Hadits serta kitab Tafsir, Fiqih, Nahwu-Sorof dan sebagainya. Tulisan model ini lah yang banyak tersebar luas ke seluruh permukaan bumi ini. Tulisan ini mudah dikenal dan dipahami, karena disamping bentuknya yang sederhana, luwes juga tidak banyak Variasi.
2. Tsulutsi

Tulisan tersebut lebih bersifat monumental, terutama dipakai untuk tujuan-tujuan dekorasi dalam dunia mediamasa cetak, buku-buku ilmiyah, dan sekarang banyak dipakai untuk menghiasi tembok-tembok gedung. Tsulutsi kerap digunakan untuk judul-judul, gelar-gelar dan nama-nama penerbitan. Teks buku yang keseluruhannya menggunakan tsulutsi kini sudah tidak ada lagi, karena dipandang lebih pantas untuk corak-corak hiasan.
3. Rayhany

Pada suatu sumber menyebutkan, bahwa Rayhany berasal dari Naskhi. Namun ditilik dari bentuknya juga bagian dari Tsulutsi dengan lebih banyak diberi variasi. Huruf-hurufnya mempunyai keistimewaan dengan bentuk alif pitusrat, melengkung pada bagian atas huruf.
4. Diwani

Tulisan ini digunakan pada beberapa abad yang lalu untuk tulisan dewan-dewan (perkantoran) Pemerintahan Islam. Dipergunakan dalam hal-hal yang bersifat seni, seperti judul karangan, nama-nama, brosur dan lain-lain yang menitik beratkan nilai-nilai artistiknya. Bentuknya sangat condong, bersusun-susun saling tumpang tindih , saling bersambungan dan jarang memakai harokat atau baris. Bentuk huruf diperoleh dengan memainkan pena agar menjadi huruf-huruf berekor.
5. Riq’ah

Riq’ah adalah model yang paling mudah, karena itu paling sering digunakan untuk menulis, disamping penulis dapat menulis dengan cepat juga khoth ini tanpa variasi bahkan banyak penyederhanaan. Titik dua dapat dibentuk menjadi satu garis pendek, gigi-gigi huruf sin dibentuk satu garis, huruf hak di akhir kalimah dibentuk segitiga.

0 komentar:

Posting Komentar