Nasionalitas,kebangsaan dan
nasionalisme adalah budaya hasil ciptaan manusia yang diciptakan
menjelang akhir abad ke 18. Nasionalisme merupakan penyaringan spontan
akan sebuah “crossing” yang rumit mengenai kekuatan historis,tetapi sekali diciptakan,mereka kemudian menjadi “modular” dapat ditransplantasikan ke bermacam-macam daerah social untuk bergabung dan digabungkan dengan kelompok politik dan ideologis.
Konsep nasionalisme sendiri lahir ketika Ben Anderson mengungkapkan gagasannya tentang masyarakat khayalan (imagined communities). Menurut Anderson nasionalisme adalah “…it is an imagined political community that is imagined as both inherently limited and sovereign “ (nasionalisme adalah sebuah komunitas berbayang yang dibayangkan sebagai kesatuan yang terbatas dan kekuasaan tertinggi)
Berbayang karena
anggota-anggotanya,meskipun bangsa yang paling kecil tidak akan pernah
tahu kebanyakan teman,anggota mereka,bertemu dengan mereka atau bahkan
mendengar mengenai mereka, tetapi sebaliknya dalam pikiran masing-masing
hidup bayangan akan komunitas mereka. Sebagai contoh penduduk desa di
Jawa selalu menyadari bahwa mereka terhubung dengan orang-orang yang
bahkan belum pernah mereka temui. Tetapi secara tidak sadar ikatan ini
dibayangkan secara khusus sebagai jarring persaudaraan yang terentang
tanpa batas.
Bangsa dibayangkan terbatas karena bangsa
besar sekalipun memiliki keterbatasan. Adanya ikatan-ikatan elastic
diluar,yang disana terdapat bangsa-bangsa lain. Tidak bisa suatu bangsa
hidup tanpa bangsa lain ,tidak mungkin suatu bangsa mendiami suatu
planet,yaitu planet X misalnya yang hanya terdiri dari satu bangsa.
Bangsa dibayangkan sebagai kekuasaan
tertinggi karena hal tersebut matang di panggung sejarah manusia ketika
kebebasan adalah suatu hal yang langka dan secara idealis berharga. Dan
bangsa dibayangkan sebagai komunitas karena dipahami sebagai sebuah
persahabatan horizontal yang dalam.
Paham kebangsaan adalah paham yang
menyatakan loyalitas tertinggi terhadap masalah duniawi dari setiap
warga,yang ditujukan kepada Negara dan bangsa .
Nasionalisme berakar dari system budaya
suatu kelompok masyarakat yang saling tidak mengenal satu sama lain.
Kebersamaan mereka dalam gagasan mengenai suatu bangsa dikonstruksikan
melalui khayalan yang menjadi materi nasionalisme. Sebagai contoh dalam
pandangan Anderson nasionalisme Indonesia terbentuk dari adanya suatu
khayalan akan suatu bangsa yang mandiri dan bebas dari kekuasaan
colonial,suatu bangsa yang diikat oleh suatu kesatuan media
komunikasi,yakni bahasa Indonesia. Definisi tersebut memang benar
apabila dikemukakan 80 tahun yang lalu. Tetapi di masa sekarang bahasa
tidak bisa lagi dijadikan jaminan untuk mampu membentuk kesatuan
nasionalisme bangsa. Hal ini disebabkan banyaknya tantangan yang
dihadapi oleh semangat kebangsaan (nasionalism) itu sendiri.
NASIONALISME PANCASILA
Secara nyata dapat dilihat bila berbicara
Pancasila sebagai dasar negar,maka yang terjadi seharusnya adalah
bagaimana Negara ini berusaha dengan berbagai upaya untuk menegakkan
masyarakat yang berkeutuhan adil dan bermoral,mempunyai jiwa ukhuwah
(persaudaraan) atau kebersamaan,demokrasi dan menciptakan kemakmuran
masyarakat sesuai dengan cita-cita pendiri bangsa ini. Pertanyaannya
adalah sudahkah semua itu terlaksana,atau adakah usaha penegakan
terhadap terlaksananya nilai-nilai Pancasila dengan sebenar-benarnnya
atau bahkan sebaliknya banyak kalangan baik itu para pejabat atau
masyarakat secara umum menjadi orang yang “munafuk” dan berperilaku
tidak sesuai dengan cita-cita para pendiri bangsa ini yang menjadi
menusia yang mengingkari Pancasila.
Jadi,sudah menjadi suatu keharusan
apabila bangunan nasionalisme yang ditegakkan ,baik sekarang maupun
kedepan smapai waktu yang tidak terbatas,adalah tetap berpegang pada
nilai-nilai nasionalisme yang telah diperjuangkan oleh para pendiri
bangsa ini. Selanjutnya , perlu dikemukakan bahwa jika menengok
kebelakang,nasionalisme yang digunakan sebagai alat pemersatu oleh para
pendiri bangsa ini adalah nasionalisme yang mentauladani sifat-sifat
Tuhan,cinta akan keadilan,egaliter dan menghargai hak asasi manusia.
Inilah bentuk perwujudan dari nilai-niali Pancasila. Sekarang,sebagai
kritik apa yang telah dilalukan oleh masyarakat bangsa ini,perlu dilihat
apakah pengalaman nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sudah
tercapai,oleh karena itu sekedar pengingat tampaknya perlu diulas
kembali makna sila-sila yang ada dalam Pancasila.
Pertama, jika mengkaji dari sila
“Ketuhanan Yang Maha Esa“ sila ini menunjukkan bahwa apa yang berlaku di
Negara ini, baik yang mengenai kenegaraan,kemasyarakatan maupun
perorangan harus sesuai dengan sifat-sifat Tuhan yang tak terbatas,
misalnya Maha Besar, Maha Agung, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha
Mengetahui dan sebagainya. Azhar Basyir menyebutkan bahwa silamini
merupakan dasar kerohanian,dasar moral bagi masyarakat Indonesia dalam
penyelenggaraan wajib menghargai, memperhatikan dan menghormati
petunjuk-petunjuk Tuhan Yang Maha Esa,dan tidak boleh menyimpangnya.
Jadi jelas bahwa sila ini dapat menjadi unsur untuk memimpin ke jalan
kebenaran,keadilan,dan persaudaraan sifat-sifat yang dimiliki Tuhan.
Kedua,sila”Kemanusiaan Yang Adil dan
Beradab” dapat diartikan bahwa bagaimana dengan sila ini masyarakat
bangsa Indonesia menjadi manusia yang berpegang pada nilai adil dan
berakhlak mulia. Cirri manusia yang adil dan beradab dapat ditunjukkan
dalam perbuatan yang tidak hanya mementingkan kehidupan jasmaniyah dan
lahiriyah saja, melainkan juga kehidupan rokhani.
Ketiga dari sila “Persatuan Indonesia”
tampak bahwa para pendiri bangsa ini sadar bahwa tanpa persatuan dan
kesatuan ,maka tujuan bersama yang pada waktu itu dijadikan alat untuk
melepaskan dari cengkeraman kolonialisme,tidak akan terwujud. Mereka
juga sadar bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk dan
olural,yaitu masyarakat yang terdiri dari berbagai
pulau,suku,bahasa,agama dan kepercayaan.
Keempat,dapat dikemukakan bahwa sila “
Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan
Perwakilan” ini menunjukkan pada keharusan adanya kerakyatan atau
demokrasi yang tentunya memperhatikan dan menghormati nilai ketuhanan
dan agama. Kerakyatan atau demokrasi semacam ini berarti dalam
menyelenggarakan kehidupan bernegara harus dilakukan dengan cara
bermusyawarah yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan
misalnya dalam agama Islam sendiri menganjurkan agar selalu
bermusyawarah untuk memecahkan apa pun permasalahannya.
Kelima,sila “Keadilan Sosial Bagi Seluruh
Rakyat Indonesia” pada umumnya dapat diartikan bahwa setiap orang
memperoleh apa yang menjadi haknya dan setiap orang memperoleh apa yang
menjadi haknya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari
kekayaan kita bersama,jadi membangun keadilan social berarti menciptakan
struktur-struktur yang memungkinkan terlaksananya keadilan. Jelas,bahwa
konsekuensi yang harus dijalankan adalah kepentingan individu dan
kepentingan umum harus dalam suatu keseimbangan yang dinamis,yang harus
sesuai dengan keadaan,waktu dan perkembangan zaman. Dalam
prakteknya,keadilan social tercapai apabila dapat memelihara kepentingan
umum Negara sebagai Negara,kepentingan umum para warga Negara
bersama,kepentingan bersama dan kepentingan khusus dari para warga
Negara secara perseorangan ,suku bangsa dan setiap golongan warga
Negara,
Dalam hal ini ,nilai-nilai Pancasila
harus benar-benar dijadikan spirit moralisme untuk merekonstruksi desain
Negara bangsa yang penuh keadaan dan mertabat. Tampaknya ,sekarang ini
konsep nasionalisme harus segera direka ulang sesuai dengan
karakteristik kebangsaan Indonesia mutakhir dengan tetap berpegang pada
nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila. Desain isi nasionalisme
Indonesia harus dimaknai bahwa nasionalisme Indonesia adalah
nasionalisme yang menolak segala bentuk diskriminasi, kedholiman,
penjajahan, penindasan, ketidak adilan, serta pengingkaran atas
nilai-nilai ketuhanan, sebagaimana yang terkandung dalam Pancasila.
0 komentar:
Posting Komentar